RESUME BUKU IDI ANTROPOLOGI

I. Identitas Buku
Judul : Islam untuk disiplin ilmu Antropologi
Nama Pengarang : Dr. Ir. AM. Saefuddin, dkk.
Nama Penerbit : Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam

Dirjen Binbaga Islam Depag RI
Tahun dan Tempat Terbit : 1988, Jakarta
Jumlah Halaman : 181

II. Isi Singkat

Buku ini membahas tentang Islam dan Antropologi dengan mengetengahkan 6 bab. Yang pertama yaitu Islam dan Manusia, terdiri dari 4 sub bab. Pertama tentang kedudukan dan fungsi akal. Islam memberikan kedudukan yang sangat tinggi pada akal, karena akal hanya
dimiliki manusia yang adalah ciptaan Alloh yang paling baik. Alloh memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya. Alloh memberikan penglihatan dan pendengaran sebagai sarana observasi, yang dengan bantuan akal mampu untuk mengamati dan mengartikan kenyataan empiris, dan hati akan mengarahkan manusia untuk bersyukur, yaitu memanfaatkan sarana-sarana tadi sesuai dengan ketentuan Alloh Swt. Selanjutnya sub bab II tentang biologi manusia. Manusia diciptakan Alloh dengan proses yang sama. Perbedaan yang serba sedikit seperti misalnya warna kulit, bahasa dan adat istiadat dimaksudkan agar manusia saling mengenal. Semua manusia butuh makanan untuk memenuhi kebutuhan biologinya. Islam mengajarkan manusia untuk memilih makanan yang bergizi dan halal. Sedangkan tentang teknologi di dalam makanan, tidaklah selamanya bertentangan dengan hukum Islam. Sub bab berikutnya tentang perkawinan dan keluarga. Hal ini sudah diatur dalam Islam, bagaimana membina rumah tangga yang sakinah, hubungan dalam satu keluarga atau antar keluarga yang harmonis. Sub bab terakhir dalam bab ini mengenai keturunan dan kejadian manusia. Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan dari tanah. Silsilah keturunan bermula dari Adam sehingga pada dasarnya manusia itu satu umat. Dari situ, terbentuklah Masyarakat Islam yang adalah bab II dari buku ini. Sub bab I yaitu perkembangan sistem ketuhanan. Manusia mula-mula mempercayai adanya kekuatan gaib dari benda atau situasi, kemudian berkembang menjadi kepercayaan kepada Tuhan dengan berbagai variasi, dan yang paling tinggi adalah percaya terhadap Tuhan YME dengan segala kekuasaannya. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang ideal sebagaimana dijelaskan dalam sub bab I. Manusia hendaknya berusaha menjadi manusia yang berkualitas lahiriyah, berusaha memenuhi kebutuhan untuk bertahan hidup dan mengabdi pada Alloh Swt; serta batiniyah, berbuat segala sesuatu di jalan Alloh (Sub bab III). Manusia juga diperintahkan untuk berusaha mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat (Sub bab IV). Secara konseptual, keadilan sosial menurut Islam dilandaskan pada ciri-ciri masyarakat Islam. Tapi ciri-ciri itu sulit ditemui di dunia nyata, sehingga perlu ada kajian lebih mendalam, perumusan strategi yang lebih operasional dan layak, dan program-program perwujudannya.

Bab III membahas tentang masyarakat dan kebudayaan. Secara konsep, masyarakat Islam adalah masyarakat sejahtera secara total dan terpadu, lahir dan batin. Adalah tugas seorang muslim untuk mewujudkan konsep itu. Untuk itu, pola tingkah laku masyarakat atau bisa disebut kebudayaan serta kepribadian individu harus sesuai dengan ajaran agama Islam. Dalam Islam, unsur-unsur budaya juga mengalami perkembangan (evolusi) dengan adanya proses ijtihad. Akan timbul unsur-unsur hukum, teknologi, teknik manajemen dan mekanisme baru yang lebih sesuai dan efektif dengan perkembangan masyarakat namun tetap berakar pada nilai-nilai Islam. Bab IV menjelaskan tentang ekologi manusia. Dalam Islam terdapat sistem sosial yang dicirikan oleh bentuk kehidupan yang sesuai perkembangan ilmu pengetahuan,
adanya jaminan HAM, taraf kehidupan yang tinggi, kerjasama antara pemerintah-rakyat dan pengutamaan amalan nyata menurut syariat Islam.
Dalam hubungannya dengan ekosistem, sistem sosial harus menampilkan pola tingkah laku manusia dan masyarakat dengan nilai
yang memelihara lingkungannya, tidak merusak. Setiap muslim juga boleh melakukan berbagai macam mata pencaharian sepanjang mengikuti nilai-nilai dasar Islam terutama dalam hubungan dengan ekosistem. Bagian terakhir dari bab ini menggambarkan perubahan sosial dalam perspektif Islam. Umat Islam saat ini ketinggalan dari negara barat dilihat dari sudut pandang IPTEK, tatanan masyarakat dan peradaban serta tingkat kehidupan dan kesejahteraan., Ini sangat berbeda dengan zaman Nabi Muhammad saw ketika beliau sukses merombak dan membina masyarakat Jahiliyah Arab menjadi masyarakat Islam yang ideal. Karena itulah, perlu ada analisa untuk menyusun suatu strategi kebudayaan masa kini yang merujuk pada strategi yang dicanangkan oleh Nabi Muhammad saw. Bab V adalah tentang Lembaga Kemasyarakatan. Dalam Islam, pertumbuhan lembaga tersebut dimulai dari masyarakat yang masih menganut tata nilai nenek moyang dan tidak mengikuti ajaran Islam, seperti kaum Tsamud. Selanjutnya ada masyarakat modern yang diberi petunjuk Al Qur’an dan Sunnah untuk beriman dan
bertaqwa kepada Alloh Swt. Walau begitu, tata nilai tradisi di dalam masyarakat jahiliyah masih belum sepenuhnya terkikis sehingga Alloh senantiasa membuat hisab demi menjaga kebahagiaan manusia. Bab terakhir menjelaskan tentang informasi. Islam memberikan informasi dalam setiap aspek kehidupan, tentang ketentuan-ketentuan Alloh dan bagaimana kebahagiaan itu bisa tercapai. Informasi ini pada dasarnya berjalan dari wahyu yang diberikan kepada Nabi dan Rasul untuk disampaikan kepada umat manusia. Allah telah menggariskan mana yang hak dan mana yang batil, tinggal kemauan manusia apakah mereka bertaqwa lebih sempurna atau tidak kepada Allah.

III. Kekuatan

Ada beberapa aspek yang menjadi sumber kekuatan buku ini. Yang pertama, selalu menyertakan ayat-ayat Al Qur’an atau Hadits dalam tiap pokok bahasan, sehingga tidak perlu diragukan bahwa yang dibahas adalah Islam. Penjelasan-penjelasan yang ada kebanyakan juga merupakan kesimpulan dari ayat-ayat yang disebutkan sebelumnya. Secara umum, buku ini cukup bisa dimengerti terutama bagi pembaca dari kalangan mahasiswa yang memang menjadi target audiensnya. Selanjutnya, buku ini juga memuat cukup banyak bahasan tentang Islam dan Antropologi, mencakup manusia, masyarakat, kebudayaan, ekologi, lembaga kemasyarakatan, dan informasi. Penjelasan yang diberikan juga dihubungkan dengan keadaan sekarang, contohnya, dalam sub pokok bahasan keadilan sosial dan interaksi sistem sosial dengan ekosistem. Di lain pihak, buku ini juga terus mengingatkan kita akan perjalanan sejarah, terutama perjuangan Nabi besar Muhammad SAW dan juga sosok beliau, yang ternyata masih sangat sesuai untuk dijadikan suri tauladan, bahan perenungan dan introspeksi demi perbaikan kualitas hidup manusia pada masa sekarang. Poin ini, antara lain bisa ditemui dalam sub pokok bahasan ciri-ciri masyarakat Islam, evolusi sosial, dan perubahan sosial budaya. Kekuatan buku ini juga terletak pada caranya menghubungkan konsep dengan keadaan sekarang yang sering tidak sesuai, kemudian bagaimana mewujudkan konsep itu dengan berkaca pada sejarah, terutama perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, dan mengadakan beberapa penyesuaian sesuai dengan perkembangan zaman, namun tetap berpegang kepada Al Qur’an dan Sunnah.

IV. Kelemahan

Kelemahan pertama dari buku ini, menurut saya, adalah tidak adanya kata pengantar ataupun pendahuluan yang menerangkan secara spesifik gambaran umum tentang ilmu Antropologi, dan juga tujuan disusunnya buku ini. Masalahnya, tidak sedikit pembaca yang belum familiar dengan ilmu tersebut, dan mereka tentu ingin tahu apa kira-kira manfaat yang bisa mereka dapat setelah membaca buku ini ataupun alasan mengapa mereka perlu mempelajarinya. Banyaknya kutipan ayat-ayat Al Qur’an juga menjadi salah satu sumber kelemahan buku ini. Ada beberapa persoalan yang mendasari pendapat ini. Pertama, adanya ketidakseimbangan antara dalil dengan penjelasannya, sehingga kadang-kadang pembaca mungkin bertanya tentang tafsiran ayat yang sepertinya penting, tapi tidak tercakup dalam penjelasan. Ini terutama bisa ditemui di Bab I, V, dan VI, antara lain Q. S. 66 (2) hal. 29, 35 (55) hal. 46, 3(96), 22 (40) hal. 52-53. Kedua, ada beberapa ayat yang dimasukkan sebagai suatu dalil dari poin pembahasan tertentu, tapi ternyata tidak relevan dengan poin tersebut.
Kadang-kadang, ayat yang tidak relevan itu bisa dimasukkan ke poin yang lain. Contohnya pada hal. 21-22, Q. S. 35 (12-15) yang tidak sesuai untuk dimasukkan dalam poin proses penciptaan manusia, kemudian Q. S. 16 (78) hal. 25, dan Q. S. 89 (19) hal. 38. Ketiga, ada ayat yang sebenarnya relevan, tapi karena penafsirannya ada di poin pembahasan yang lain, ayat tersebut menjadi tidak jelas relevansinya. Misalnya saja, pada hal. 8 dalam poin Metode ilmiah, terdapat
kutipan Q. S. An Nahl ayat 78 yang menyebutkan, “ … Allah telah menjadikan buat kamu sekalian pendengaran, penglihatan, dan hati. Mudah-mudahan kamu sekalian bersyukur.” Secara sekilas, beberapa pembaca mungkin akan bertanya, apa hubungannya metode ilmiah dan bersyukur. Baru pada hal. 11, dijelaskan bahwa bersyukur itu berarti mampu memanfaatkan sarana-sarana tadi menurut ketentuan hidup yang digariskan Allah SWT. Dan itu berarti bahwa mengembangkan metode ilmiah termasuk ungkapan rasa syukur. Keempat, ada penjelasan yang tidak sinkron dengan dalilnya. Misalnya tentang teknologi makanan hal. 38, dalil yang
disertakan adalah tentang pemberian Allah kepada manusia berupa pendengaran, penglihatan, dan hati, tapi kenapa dalam penjelasan tentang poin tersebut, dikatakan “… teknologi di dalam makanan tidaklah selamanya bertentangan dengan hukum Islam.”

Selanjutnya, ada beberapa poin dalam buku ini yang kurang jelas akan menjelaskan apa. Contohnya, tentang Biologi manusia (hal. 12), tidak dijelaskan apa yang dimaksudkan dengan istilah tersebut dan poin apa saja yang tercakup di dalamnya. Demikian juga dengan pembahasan tentang keluarga inti dan keluarga luas (hal. 55), dan penggalangan masyarakat
menurut Islam (hal. 113). Ketidakjelasan juga bisa didapati dalam poin kejadian manusia menurut Antropologi dan menurut Islam (hal. 67), dimana tidak disebutkan bagian mana yang menurut Antropologi dan yang mana menurut Islam, ataukah penjelasan yang ada itu merupakan gabungan dari keduanya. Kemudian, ada beberapa istilah ataupun bagian dari buku ini yang, saya kira, cukup sulit dipahami walaupun bagi kalanngan mahasiswa. Seperti pada hal. 81-82 tentang perkembangan sistem ketuhanan, ada konsep tuhan yang berbentuk spekulasi
filsafati, ada pula istilah teknologi pertama, hasil yang makmur, alat merajuk, dan lain-lain, yang belum jelas maksudnya. Juga yang belum bisa dimengerti dengan hanya membaca buku ini, yaitu, tentang manusia yang menjadikan dirinya sebagai sibghah Allah (hal. 87), kemudian beberapa poin dalam program perwujudan keadilan sosial, seperti landreform,
dan management reform (hal. 104). Dalam buku ini juga terjadi overlap antara satu pokok bahasan dengan pokok bahasan yang lain, sehingga terjadi pengulangan-pengulangan. Contohnya antara penjelasan sub bab ciri-ciri masyarakat Islam (hal. 83) dengan sub bab prinsip Islam tentang kesatuan masyarakat (hal. 105).

V. Manfaat

Lepas dari kelemahan-kelemahan di dalamnya, buku ini tetap bermanfaat bagi kalangan mahasiswa yang mempelajari agama Islam. Banyak hal yang bisa didapat dengan membaca buku ini. Pertama, tentang ilmu Antropologi. Bagi kita yang belum terlalu familiar dengan ilmu
tersebut, tentu saja buku ini bisa menambah pengetahuan dan membuka cakrawala kita. Kedua, buku ini juga berguna untuk mengingatkan kita tentang asal usul kita, dan kewajiban kita sebagai manusia di bumi ini baik dalam hubungan kita dengan Allah, sesama manusia, atau dengan lingkungan sekitar kita. Dari sini juga, kita semakin sadar, bahwa Islam telah mengatur segala aspek kehidupan dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ada dalam Al Qur’an dan Sunnah. Ketiga, buku ini bisa kembali membuka ingatan kita tentang sejarah perjuangan Nabi besar Muhammad SAW, dan sosok beliau sebagai uswatun hasanah, yang mana saat ini tidak hanya perlu untuk diingat tapi juga dicontoh. Beliau adalah sosok pemimpin yang ideal sekaligus individu yang berkepribadian mulia, yang saat ini sangat jarang ditemukandi negeri kita ini, walaupun hanya mendekati. Yang terakhir, jelaslah bahwa bagi mahasiswa buku IDI Antropologi ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana hubungan Islam dengan Antropologi, yang isinya bisa kita jadikan bahan introspeksi diri, dan contoh-contoh perbuatan untuk bisa diamalkan secara nyata guna memperbaiki kualitas hidup kita baik secara lahiriyah ataupun batiniyah,

VI. Saran

Poin-poin yang akan saya sebutkan nanti mungkin lebih berupa harapan daripada saran. Saya harapkan buku IDI bisa terus diadakan dengan kontinuitas peningkatan kualitasnya. Kekuatan dan kelemahan yang saya paparkan tadi hanyalah merupakan pendapat yang tentunya bisa mengundang penolakan, dukungan, atau sanggahan dari pihak-pihak yang lain. Tapi, saya berharap, hal-hal yang secara umum telah dianggap sebagai suatu kelebihan bisa terus dipertahankan, sedangkan kekurangan-kekurangan yang ada dan ditentukan atas dasar masukan semua pihak bisa dikurangi atau dihilangkan. Secara pribadi, saya berharap, perbaikan buku ini di masa yang akan datang bisa menutup kelemahan-kelemahan yang saya paparkan di atas. Selanjutnya, bagi para pembaca, termasuk saya, beberapa ketidakjelasan dalam buku ini tentunya hanya bisa dimengerti dengan membaca literatur-literatur lain yang relevan dan juga dengan berdiskusi dan meminta bimbingan dari orang yang berkompeten. Dan itu mungkin salah satu tujuan disusunnya buku ini, yaitu untuk mendorong mahasiswa menambah ilmu pengetahuan yang dimikinya dan mencari jawaban atas persoalan yang dihadapi.